Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar kelahiran Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925, anak tertua dari M. Toer, kepala sekolah Institut Boedi Oetomo ini semasa hidupnya banyak melahirkan karya brilian: tulisan berbentuk artikel, puisi, cerpen maupun novel, hingga melambungkan namanya sekelas dengan para sastrawan dunia seperti Gunter Grass (Jerman), Albert Camus, Jean-Paul Satre (Perancis), Multatuli (Belanda), John Steinbeck (Amerika), Rabindranath Tagore (India), Gao Xinjian (Cina), Gabriel Garcia Marquez (Kolombia), maupun Jose Saramago (Portugis).
Sosok yang diidentikkan sebagai tokoh demokrat sejati dan pejuang penegakan hak asasi manusia ini pada tahun 2002 pernah dinobatkan sebagai “Pahlawan Asia” oleh majalah Time Singapore. Memang, beliau semasa hidupnya sangat produktif dalam menulis. Berbagai penghargaan pernah diberikan padanya, beberapa di antaranya adalah dari UNESCO, The Wertheim Foundation (Belanda), Ramon Magsaysay Award Foundation (Filipina), University of Michigan, University of California (AS), Le Ministre de la Culture et de la Communication Republique Francaise (Perancis) hingga Fukuoka Cultural Grand Prize (Jepang).
Seperti tulisannya, perjalanan hidupnya pun penuh liku dan kelokan terjal. Sebagian dari naskah-naskahnya banyak yang hilang di tangan penerbit, dirampas oleh Belanda, dibakar oleh Angkatan Darat dan dilarang oleh Jaksa Agung sewaktu pemerintahan Orde Baru. Bahkan, hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara dalam perjuangannya untuk kemanusiaan. Ia pernah ditahan dari penjara ke penjara: 3 tahun dalam penjara Kolonial, 1 tahun di Orde Lama, dan 14 tahun di Orde Baru, diasingkan ke Pulau Buru, Magelang dan Semarang, hingga pada tahun 1979 dinyatakan bebas tanpa proses pengadilan dan dinyatakan tidak bersalah.
Saat ini, tidak semua orang tahu, bahwa sosok kelahiran kota yang dikelilingi bukit kapur, jati dan minyak bumi dengan para pejabatnya yang korup ini sudah sangat mendunia. Buku-buku hasil karyanya sampai saat ini sudah diterjemahkan dalam 42 bahasa, bahkan di Malaysia, Jepang dan Belanda menjadi bacaan wajib bagi siswa sekolah.Walau di luar negeri namanya begitu terkenal namun ironisnya tak banyak mendapat nama baik di kota kelahirannya: Blora, hingga maut menjemputnya di Jakarta, 30 April 2006 silam.
Untuk itu dalam rangka memperingati 1000 hari meninggalnya beliau, tanggal 1-7 Februari 2009 rencana kami bersama kawan-kawan komunitas akan mengadakan acara yang berjudul “1000 Wajah Pram dalam Kata & Sketsa” bertempat di rumahnya di Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora.
Sebagai bentuk penghargaan terhadap konsekwensi perjuangannya, kami berencana menyelenggarakan pameran lukisan dan membuat sebuah buku kecil semacam bunga rampai yang berisi kumpulan cerita, pendapat, kesan, maupun pengalaman dari kawan-kawan tentang penulis yang beberapa kali menjadi Kandidat Pemenang Nobel Sastra ini.
Kawan-kawan yang berminat bisa mengirimkan tulisan berbentuk essay, artikel, cerpen, maupun puisi. Diketik maksimal 2 halaman. Pengiriman tulisan paling lambat tgl.15 Januari 2009 ke email: supersamin_inc@yahoo.com. Sedangkan lukisan/ poster/ foto/ stensil bisa dikirim langsung ke sekretariat Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora atau via email dalam format JPEG paling lambat 20 Januari 2009.
Semoga melalui langkah kecil pendokumentasian ini bisa memberikan sesuatu yang lebih baik bagi perkembangan bangsa dan kemanusiaan di masa mendatang.
SERIBU WAJAH PRAM
“Membumikan Pemikiran Sastrawan Tierra Humana”
Blora, 1-7 Februari 2009
Kita Bisa Berbuat Apa untuk Bumi dan Manusia?
Komunitas Pasang Surut Blora akan menggelar kegiatan memeringati 1000 hari meninggalnya sastrawan asal Blora, Pramoedya Ananta Toer, bertema “Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa”. Kegiatan itu akan berlangsung di Jalan Sumbawa 40 Jetis Blora pada 1-7 Februari 2009, dengan aneka kegiatan, seperti pameran foto dan lukisan, instalasi sampah, performance art, teater, diskusi, pemutaran film, pertunjukan wayang kulit, dan festival musik.
“Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa” mau mengungkap pergulatan batin dan pemikiran Pram melalui media foto, lukisan, puisi, dan instalasi. Berbagai media itu merupakan “buku bacaan” yang dapat dibaca lembar demi lembar, sehingga berbagai emosi, ekspresi, dan kekhasan Pram, terpancar di hadapan “pembacanya”.
“Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa” mau menggulirkan pula berbagai pemikiran dan aneka pengalaman Pram yang belum pernah terungkap di permukaan. Semua termaktub dalam gelindingan kisah pengalaman kedekatan adik-adik dan teman Pram, puisi-puisi dari sejumlah penyair, dan esai-esai sejumlah penulis pengagum Pram.
Akhirnya, “Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa” bertumpu pada sebuah gerakan kecil dan keinginan membumikan pemikiran sang sastrawan tierra humana (bumi manusia). Melalui berbagai tulisan dan kesaksian hidupnya, Pram selalu tidak bisa melepaskan bumi, sebagai tanah kelahiran yang mengandung aneka sumber daya alam dengan berbagai persoalannya.
Di sisi lain yang saling bertautan, Pram selalu menyinggung soal manusia, sang lakon utama yang hidup di bumi sekaligus mempunyai tanggung jawab atasnya. Hakekat dan persoalan tentang manusia juga tak lepas dari Pram.
HB Yasin dalam pengantar “Percikan Revolusi Subuh” mengatakan Pram sangat jeli melukiskan manusia dan kemanusiaan dalam kata-kata. Pram kerap bertanya tentang apa kebebasan itu? Apa siksaan? Apa keadilan bagi rakyat jelata? Bagaimana perjuangan cita-cita dan perut? Apa itu persahabatan? Apa itu keluarga?
Pram secara dekat menelanjangi manusia berdasarkan pengalaman hidupnya. Manusia diperlihatkan dalam kesungguhannya, kepalsuannya, kekuatannya, kelemahannya, dan keseluruhannya.
Profesor Universitas Leiden, Belanda, A Teeuw, dalam Modern Indonesia Literature (1967) mengatakan pemikiran Pram tentang Tierra Humana memuncak dalam cerpennya yang berjudul “Kemelut”. Ia berbicara tentang Tuhan yang bisa dikantongi (The God who can be pocketed) dan Tuhan yang ada di atas langit (The God above the Skies).
Tanpa tedeng aling-aling, Pram melontarkan kritik bagi manusia sekarang. Mereka lebih memilih barang berharga dan uang, ketimbang sesamanya yang menderita dan bumi yang menghidupnya. Mereka tak lebih dari manusia yang men-tuhan-kan barang dan uang.
Untuk itu, melalui “Seribu Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa”, Komunitas Pasang Surut ingin mengajak setiap orang merenungkan kembali tentang bumi dan manusia dengan beragam persoalannya. Sebuah ajakan tanpa paksaan… KITA BISA BERBUAT APA untuk bumi dan manusia yang sedang sakit di tengah pasang surut hidup kita?
Rencana Agenda Kegiatan “1000 Wajah Pram dalam Kata & Sketsa”
“Membumikan Pemikiran Sastrawan Tierra Humana”
Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora, 1-7 Februari 2009
Minggu, 1 Februari 2009
09.00-09.30 Pembukaan Acara
09.30-10.00 Performance Art “Tierra Humana-Bumi Manusia”
10.00-12.00 Penanaman 1000 bibit jati di pinggir hutan kota dan taman Tirtonadi Blora
12.00-22.00 Pameran foto, lukisan, poster, instalasi seni dan cover buku karya Pramoedya terjemahan dari berbagai bahasa
Senin, 2 Februari 2009
09.00-22.00 Pameran foto, lukisan, poster, instalasi seni dan cover buku karya Pramoedya terjemahan dari berbagai bahasa
Selasa, 3 Februari 2009
12.00-22.00 Pameran foto, lukisan, poster, instalasi seni dan cover buku karya Pramoedya terjemahan dari berbagai bahasa
Rabu, 4 Februari 2009
12.00-22.00 Pameran foto, lukisan, poster, instalasi seni dan cover buku karya Pramoedya terjemahan dari berbagai bahasa
Kamis, 5 Februari 2009
12.00-22.00 Pameran foto, lukisan, poster, instalasi seni dan cover buku karya Pramoedya terjemahan dari berbagai bahasa
19.00-22.00 Diskusi antar komunitas peduli lingkungan: Porong Sidoarjo, Kulon Progo, Juwana, Rembang, Pati, Randublatung, Blora
Jumát, 6 Februari 2009
12.00-22.00 Pameran foto, lukisan, poster, instalasi seni dan cover buku karya Pramoedya terjemahan dari berbagai bahasa
13.30-18.00 Festival Musik “Sahabat-Sahabat Pram”: Marjinal (Jakarta), Anak Seribu Pulau (Blora), Gagego, Lesbumi (Pati), serta Aditya (cucu Pram) berjudul “Anak Tumpah Darah” karya Pramoedya Ananta Toer dan “Lagu buat Pram” karya Eros Jarot
19.00-22.00 Pemutaran film-film dokumenter, seperti Interview dengan Pram, 2 Tahun Pataba, Main Kayu, dan lain-lain serta srawung antar komunitas
Sabtu, 7 Februari 2009
12.00-22.00 Pameran foto, lukisan, poster, instalasi dan cover buku karya Pramoedya terjemahan dari berbagai bahasa
14.00-15.30 Pertunjukan Performance dari kawan-kawan Komunitas Getar, Salatiga
15.30-16.00 Teatrikal Sangkur Timur (Semarang) dengan judul P.A.T.
16.00-16.30 Performance Komunitas Arek Musium Surabaya berjudul "Abandoned"
16.30-17.00 Drama dari SMA N 1 Randublatung berjudul “Perlawanan Rakyat Tepi Hutan”
17.00-18.00 Performance Joko Pekik “Melukis 1000 Wajah Pram”
19.00-19.30 Pentas karawitan anak-anak “Sekar Arum” dari Desa Pelem Doplang
19.30-20.00 Peluncuran Buku “Bersama Mas Pram” karya Koesalah dan Soesilo Toer, terbitan KPG yang diwakili Candra Gautama . Dilanjutkan dengan penyerahan 10 buah buku sebagai hadiah kepada beberapa tokoh, seperti Bupati Blora, Pak Soes sebagai tuan rumah, Mbak Titik sebagai wakil dari keluarga Pram, cucu dari Tirto Adhi Soerjo, Erna Sentosa.
20.00-22.00 Ngobrol bareng “Kisah dan Pemikiran Sastrawan Tierra Humana” dengan moderator Soesilo Toer. Pembicara Tamu: Koesalah Soebagyo Toer, Taufiq Ismail, Ayip Rosidi, Jusuf Soewadji, dimungkinkan Joko Pekik, Tristuti dan Sindhunata turut nimbrung.
22.00-selesai Pagelaran Wayang Kulit oleh dalang Tristuti Rahmadi dengan lakon “Begawan Ciptaning”
Diselenggarakan atas kerja bareng PATABA-Komunitas Pasang Surut, dengan didukung oleh
Lentera Dipantara dan Keluarga Besar Pramoedya Ananta Toer, SuperSamin_Inc, Anak Seribu Pulau, Front Blora Selatan, SD Negeri Jetis II Blora, SMA N 1 Randublatung, SMP Bhakti Kedung Tuban, Kelompok Karawitan anak-anak Sekar Arum Desa Pelem Doplang, Perpustakaan Daerah Kab. Blora, Mahameru, LPAW, Lidah Tani, PMII, Paguyuban Perupa Blora, Kolektif Reaksi, Sor Tugu United, Roedal Revolt, Mata-Mata Tukang Sablon, Moblink, Affinitas, Taring Padi, Komunitas Porong Sidoarjo, Komunitas Arek Musium Surabaya, Kulon Progo, Sanggar Pesisir Rebang, Teater Gong Gabus Pati, Lesbumi, JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng), Komunitas TuK (Tanam Untuk Kehidupan), Media Legal, Institut A, Mailist "Membaca Pramoedya", Trans TV, YPKP, Pakorba, Penerbit KPG, Kantor berita ANTARA, Tempo, Kompas beserta kawan-kawan seperjuangan lainnya.
Untuk pengiriman karya dan informasi lebih lanjut bisa menghubungi:
Komunitas Pasang Surut
Sekretariat: Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora Jawa Tengah
Kontak person:
Bpk. Soesilo Toer Telp. (0296) 5100233
Koko' HP. 081328775879
Email: supersamin_inc@yahoo.com
“Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri.”
-- Pramoedya Ananta Toer